Sebagai staf khusus Presiden, saya mengerti sekali yang dimaksud Alan Greenspan. Bagi seorang political scientiest seperti saya, tidak ada yang melebihi adrenalin pengabdian di pusat kekuasaan negara. Setiap hari, saya menyaksikan dan merasakan jam sejarah berputar.
Dari manapun anda datang, Indonesia akan tampak sangat beda kalu dilihat dari istana : lebih besar, lebih membingungkan. Wimar Witoelar benar sekali dengan pengakuannya bahwa ia sama sekali dengan pengakuannya bahwa ia sama sekali tidak pernah menyesal - 'No regret', judul bukunya - dalam mengabdi kepada Presiden Abdurahman.
Saya pertama kali bekerja sama dengan SBY sewaktu beliau mengunjungi Washington DC tahun 2000. Misi SBY waktu itu adalah untuk bertemu dengan Menlu AS Madelleine Albright, yang terkenal galak dan waktu itu sangat keras pada Indonesia karena peristiwa pembunuhan terhadap seorang warga Puerto Rico yang sedang bekerja untuk PBB di Atambua. Tugas saya adalah membantu menyiapkan talking points SBY. Sewaktu membahas talking points itu, salah satu senior saya mengkritik butir wicara yang saya susun. Namun SBY tetap bersikeras mempertahankan masukan saya. SBY memperhitungkan suasana batin pertemuantersebut, dan ini mau tidak mau mempengaruhi nada dari pesan yang disampaikan. Namun misi yang diemban SBY tercapai. Sebagaimana di depan Dewan Keamanan PBB, di New York yang sangat kritris terhadap Indonesia, SBY dengan 'firm' menjelaskan peristiwa yang sesungguhnya yang terjadi di Atambua tersebut, sementara DK PBB termasuk Menlu AS memiliki presepsi dan Informasi yang berbeda.
Waktu itu, saya seudah mendeteksi suatu yang beda dalam diri SBY. Beliau sangat serius, tidak suka membuang waktu, dan mampu membaca situasi dengan tepat. Beliau tidak menyukai sikap 'asal bapak senang' selalu menuntut agar di-briefing apa adanya. Beliau juga sangat mission oriented, mungkin karena latar belakang militernya.
Saya sungguh percaya bahwa cara terbaik untuk mengembangkan diri adalah dengan cara mencari mentor. Ilmu yang bisa diserap dari satu mentor bisa menyamai ratusan buku dan duduk bertahun-tahun dibangku kuliah.
sumber : harus bisa Dr. Dino Patti Djalal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar